
Dalam struktur ekonomi masyarakat nelayan dikenal adanya Punggawa dan Sawi. Punggawa merupakan pemilik modal dan Sawi adalah peminjam atau pekerja atau juga dapat disebut buruh atau bahasa lainnya disebut nelayan kecil. Pemilik modal berhak membeli hasil tangkapan Sawi yang diberi modal. Dan Sawi berkewajiban menjual hasil tangkapannya kepada Punggawa yang memodalinya. Kewajiban ini merupakan ketentuan yang harus dilaksanakan. Modal yang diberikan oleh Punggawa tidak terbatas pada modal materi berupa uang, namun juga kepada peralatan seperti kapal, mesin kapal, jaring, pancing, pukat, dan sebagainya.
Dan adapun mengenai pola atau struktur hubungan mereka yaitu :
Dalam masyarakat nelayan terdapat hubungan patron-klien antara pemilik modal / pemimpin produksi dengan pekerja (punggawa-sawi). Bentuk hubungan patron-klien ini dapat berupa pertukaran material dan jasa. Hubungan ini sebenarnya dapat melahirkan ketergantungan sawi kepada punggawa. Apalagi ketika sawi mengalami masa-masa sulit maka yang akan didatangi adalah punggawa. Sebab hampir sebagian besar sawi tidak memiliki sampingan, hanya mengandalkan bantuan dari punggawa. Sehingga yang akan berlangsung berikutnya, punggawa sebagai yang diikuti dan sawi sebagai pengikutnya.
Selain itu kenyataannya, hubungan patron-klien ini terjadi secara tidak seimbang. Dimana sawi telah lebih dulu memiliki utang budi saat pertama kali diterima bekerja oleh punggawa. Ditambah lagi ketika hampir segala macam bentuk kebutuhan ekonomi sawi dipenuhi oleh punggawa, maka sawi hanya mampu membayarnya dengan tenaga, kepatuhan dan kesetiaan kepada punggawa.
Namun pemenuhan kebutuhan tersebut sebenarnya merupakan salah satu cara untuk membuat sawi merasa memiliki keterikatan dengan punggawa. Sehingga kesetiaan dan keutuhan kelompok sawi tetap terjaga, meskipun punggawa harus mengeluarkan anggaran tersendiri untuk sawi yang membutuhkan bantuan. Tanpa disadari sawi juga tidak akan keberatan untuk setia dan patuh bahkan akan cenderung merasa senang karena segala bentuk resiko ekonomi akan ditanggulangi oleh punggawa.
Tetapi tidak selamanya punggawa memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik daripada sawi. Ketika para nelayan mengalami masa-masa sulit, dimana perolehan hasil tangkapan tidak mencukupi maka punggawa pun jelas akan mengalami kesulitan. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan sawi, untuk memenuhi kebutuhannya sekalipun akan sulit rasanya.
Apalagi bila bagi hasil yang dilakukan ternyata tidak mencukupi, beruntunglah bila punggawa tersebut memiliki usaha sampingan / simpanan maka mungkin masih dapat digunakan atau mungkin juga punggawa akan mencari pinjaman modal keluar. Tetapi bila dalam keadaan terdesak tidak menutup kemungkinan jika punggawa tersebut terpaksa menjadi sawi. Sedangkan sawi, bila mereka kesusahan dapat meminta bantuan ke punggawa.
Dan adapun mekanisme interaksi mereka yaitu ;
- Punggawa sawi memberikan modal kepada para anak buah kapal yang akan melaut. Ponggawa laut/juragan tidak ikut lagi mengikuti pelayaran melainkan tetap tingggal di darat/pulau mengusahakan perolehan pinjaman modal dari pihak lain, mengurus biaya-biaya anggotanya yang beroperasi di laut dan lain-lain
- Para nelayan yang telah menerima modal pergi melaut, paling lama setengah bulan tergantung ukuran kapal dan cuaca. Nelayan pemancing biasanya mulai beroperasi sekitar pukul 18.00 hingga dini hari. Dalam beroperasi nelayan pemancing menggunakan alat tangkap yaitu pancing rawe. Pancing rawe adalah pancing yang cara penggunaannya di bentangkan disekitar taka atau gusung, yang memiliki kurang lebih 100 mata kail. Mata kail yang digunakan adalah mata kail no 8. Selain pancing rawe, alat tangkap yang biasanya digunakan oleh nelayan pemancing adalah pancing kedo-kedo.
Selain itu, keberadaan punggawa sangat membantu sawi ketika menghadapi masalah dalam memenuhi kebutuhannya pada masa sulit. Sebab hal seperti itu telah menjadi hal yang lazim terjadi pada masyarakat nelayan. Namun, akan menjadi kendala pula bagi punggawa untuk memenuhi kebutuhan sawinya saat ia juga mengalami masalah yang sama. Dalam hal ini punggawa tentu saja memiliki cara yang berbeda dalam mengatasinya. Simpanan atau penghasilan dari usaha lain mungkin dapat menjadi solusi bagi punggawa. ketika sawi tidak memperoleh tangkapan maka tentu saja mereka tidak akan mendapat penghasilan. Kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya pun mulai terjadi.
Selama ini banyak anggapan bahwa masa-masa sulit yang sering dialami nelayan adalah ketika musim barat. Dimana pada musim ini yang lazim terjadi adalah cuaca yang tidak bersahabat diikuti dengan angin kencang dan ombak besar. Namun, ternyata hal tersebut tidak hanya terjadi pada musim barat. Angin kencang dan ombak besar bisa terjadi pada setiap musim, baik itu musim barat ataupun musim timur. Inilah yang paling mempengaruhi nelayan utamanya nelayan sawi pemancing untuk turun melaut. Sekalipun mereka memutuskan untuk melaut tetapi seringkali tidak memperoleh hasil tangkapan. Bila masalah ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama maka inilah yang akan menyulitkan kehidupan sawi, sebab mereka tidak memperoleh penghasilan.
Kondisi seperti itu tidak hanya menjadi masalah bagi sawi, tetapi punggawa juga akan ikut kesulitan. Dimana punggawa harus tetap mengeluarkan biaya tanpa ada pemasukan dari sawi. Ketika beberapa sawinya datang untuk meminjam uang, meskipun keberatan punggawanya tentu saja akan memberikan pinjaman. Sebab tidak sedikit dari sawi merupakan kerabat dekat yang masih memiliki hubungan keluarga dengan punggawa. Selain itu, pinjaman yang diminta biasanya tidak terlalu besar (berkisar 50.000-100.000) dibandingkan dengan biaya mesin rusak. Akan semakin bertambah berat ketika punggawa harus memberikan biaya operasional dan sawi tidak memperoleh hasil tangkapan. Dengan situasi rumit yang seperti ini, maka punggawa tentu saja harus pandai dalam mengatasinya. Sebab punggawa harus mengusahakan agar sawi tetap bekerja padanya dan yang paling utama agar punggawa tidak bangkrut karena kehabisan modal.
Selain itu juga, punggawa memberikan bantuan berupa moril kepada sawinya, misalnya memberikan arahan dan bimbingan tentang hubungan yang baik di masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau menyimpang dari norma-norma masyarakat atau memberikan nasehat dalam memilih calon isteri yang baik dan pertimbangan dalam memilih waktu yang baik bagi pelaksanaan pernikahan. Kadang-kadang seorang sawi meminta nasehat tentang cara penyelesaian yang baik dalam mengatasi masalah keluarga kepada punggawa.
Oleh karena itu, seorang punggawa di mata masyarakat nelayan merupakan orang yang baik dan dapat diandalkan untuk membangun masyarakat. Dengan demikian, punggawa di mata masyarakat tidak hanya dipandang dari ukuran kekayaan, tetapi juga besarnya mamfaat yang diberikan punggawa kepada masyarakat sehingga secara tidak langsung menempatkan punggawa pada lapisan elite di dalam masyarakat nelayan
Mereka juga merupakan pekerja lepas dan berhak mengikuti atau memilih Bagang yang disenangi, sehingga hubungannya dengan punggawa sewaktu-waktu dapat terputus, bila punggawa memperlakukan sawinya dengan tidak baik. Tetapi, ada juga sawi yang bekerja kepada punggawa dengan status sebagai pekerja tetap. Dalam hal ini seorang sawi bukan hanya bekerja kepada pemilik (punggawa), tetapi juga telah menjadi bagian dari keluarga punggawa, sehingga keperluan konsumsi sawi sehari-hari, bahkan keperluan khusus tertentu menjadi tanggungan punggawa.