pandangan agama islam terhadap terorisme -->

pandangan agama islam terhadap terorisme



Pengertian Islam dan Terorisme
Kata Islam berasal dari kata “aslama” yang merupakan turunan dari kata “as-salm, as-salam, as-salamah” yang artinya bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin. Dengan demikian, dari asal kata ini, dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempurna. Kata “Islam” juga dapat diambil dari kata “as-silm” dan “as-salm” yang berarti perdamaian dan keamanan.

Secara terminologis disepakati oleh para ulama bahwa Islam adalah, kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia diturunkan ke muka bumi dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Al-Qur’an yang suci yang diwahyukan Tuhan kepada nabi-Nya yang terakhir, yakni nabi Muhammad SAW., satu kaidah hidup ynag membuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material.

Dari definisi itu, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi aturan-aturan atau norma-norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta.

Pada dasarnya, istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitive karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa.

Secara etimologis, terorisme memiliki beberapa pengertian yakni:
1. Attitude d’intimidation (sikap menakut-nakuti).
2. Use of violence and intimidation, especially for political purposes (penggunaan kekerasaan dan intimidasi, terutama untuk tujuan-tujuan politik).
3. Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktek-praktek tindakan terror.
4. Setiap tindakan yang menimbulkan suasana ketakutan dan keputusasaan (fear and dispear).
Adapun pengertian terorisme secara Terminologis, dikemukakan oleh para pakar sebagai berikut:
a. Menurut Fauzan Al-Anshari, terorisme adalah tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berlatar belakang politik atau kekuasaan dakam suatu pemerintah negara.
b. Menurut Majma’ Al-Buhuts al-Islamiyah al-Azhar al-Syarif (organisasi pembahasan fiqih dan Ilmiyah al-Azhar) yaitu tindakan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan masyrakat, kepentinagan umum, kebebasan dan kemanusiaan serta merusak harta dan kehormatan karena ingin berbuat kerusakan di muka bumi.
c. Dalam literatur sosiologi Barat, terorisme adalah salah satu bentuk aksi bermotif politik yang menggabungkan unsur-unsur psikologis (seperti mengancam: kondisi akibat diancam) dan fisik (aksi kekerasan) yang dilakukan oleh individu atau kelompok kecil dengan tujuan pengajuan tuntutan teroris terpenuhi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terror diartikan dengan:
1. Perbuatan (pemerintahan dan Sebagainya) yang sewenang-wenang (kejam, bengis dan sebagainya).
2. Usaha menciptakan ketakutan, kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Terorisme berarti penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik); praktik-praktik tindakan terror.

Jadi terorisme adalah setiap tindakan atau ancaman yang dapat mengganggu keamanan orang banyak baik jiwa, harta, maupun kemerdekaannya yang dilakukan oleh perorangan, kelompok ataupun negara.

Karakteristik Terorisme

Yang dimaksud kriteria terorisme disini adalah unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perbuatan sehingga tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme.

Secara eksplisit, suatu tindakan kejahatan yang dikategorikan sebagai tindakan terorisme jika memenuhi kriteria antara lain:
1. Andanya tindakan berupa ancaman ataupun kekerasan yang illegal.
2. Tindakan tersebut berdampak pada masyarakat baik fisik, psikis, harta benda mereka maupun fasilitas umum baik yang berskala domestik maupun internasional.
3. Manimbulkan ketakutan dan kepanikan suatu kelompok atau masyarakat.
4. Adanya tujuan atau kepentingan yang ingin dicapai pelaku, pada umumnya bernuansa polotik.
5. Korban tindakan tidak selalu berkaitan langsung dengan tujuan yang hendak dicapai.
6. Pelakunya dapat berupa perorangan, kelompok terorganisir ataupun penguasa dalam suatu pemerintahan yang sah.

C. Faktor penyebab munculnya terorisme
1. Jauh dari tuntunan syari’at Allah
Jauh dan berpaling dari syari’at Islam adalah sebab kebinasaan dan kesengsaraan. Allah berfirman QS. Thaha 123-124.

Maka, meninggalkan tuntunan dan aturan agama, serta tidak menerapkannya dalam kehidupan adalah sebab kesengsaraan dan kesesatan, yang terorisme terhitung sebagai bagian kesengsaraan yang menimpa manusia.
2. Jahil terhadap tuntunan syari’at dan sedikitnya pemahaman agama
Kejahilan adalah penyakit dan kejelekan yang sangat berbahaya. Darinyalah lahir berbagai fitnah, kerusakan, dan malapetaka.
Dari kenyataan yang ada, kita melihat berbagai aksi terorisme dengan mengatasnamakan agama, padahal kenyataannya hal tersebut muncul dari sedikitnya pemahaman terhadap agama yang benar.
3. Sikap ekstrem
Sikap ekstrem ini adalah sumber kerusakan dan penyimpangan. Ibnu Qayyim berkata, “tidaklah Allah memerintah dengan suatu perintah, kecuali syaitan mempunyai dua sasaran aksi perusakan (terhadap perintah Allah tersebut), apakah untuk menelantarkan dan menyia-nyiakan, atau untuk berlebihan dan ekstrem. Agama Allah (terletak di) pertengahan, antara yang menyepelekan padanya dan yang ekstrem.”
Ekstrem dalam penegakan jihad di jalan Allah sehingga mereka mengobarkan jihad bukan pada tempatnya, yang sama sekali tidak dituntunkan dalam syari’at.
4. Jauh dari tuntunan ulama
Sesungguhnya para ulama mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di tengah umat, dan telah dipuji dan dijelaskan keutamaan mereka dalam berbagai nash ayat maupun hadis. Oleh karena itu, kita diperintah untuk merujuk kepada mereka dalam segala urusan.
5. Mengikuti ideologi menyimpang
Salah satu penyebab utama timbulnya terorisme adalah kerusakan dan kesesatan pemikiran, serta samarnya kebenaran terhadap kebatilan para pelaku terorisme tersebut.

Kerusakan ideology ini muncul karena beberapa faktor pokok:
  1. Keberadaan kerancuan dalam manhajut talaqqi ‘metode pengambilan ilmu’.
  2. Mengambil nash secara tekstual tanpa fiqih yang mendalam, tidak menggunakan kaidah-kaidah pemetikan/penyimpuan hukum sebuah dalail, tidak memperhitungkan pemahaman ulama dalam masalah tersebut dan tidak pernah menoleh pada alasan-alasan manusia yang kadang terjatuh kedalam sebuah kesalahan karena udzur syar’i.
  3. Perang pemikiran dan tipu daya iblis yang menjangkit di tengah umat.
  4. Mengikuti hawa nafsu.

6. Hizbiyah terselubung
Hizbiyah yang menjamur pada kelompok, yayasan, organisasi, golongan, dan jamaah-jamaah yang menisbatkan dirinya kepada Islam adlah penyakit dan malapetaka yang sangat besar bagi siapa saja yang terjerembab ke dalamnya.

Bentuk-bentuk hizbiyah yang pondasinya dibangun di atas dasar kecenderungan terhadap perselisihan dan perpecahan, keluar dari jamaah kaum muslimin, serta membangun ikatan loyalitas untuk diri, kelompok, atau jamaahnya adalah suatu hal yang tercela dalam Al-Qur’an dan As-sunnah.

7. Tersebarnya buku-buku yang memuat ideologi terorisme
Para penganut pemikiran menyimpang sangat antusias melariskan mpemikiran dan racun mereka pada segala kesempatan. Penulisan buku-buku agama termasuk sarana yang sangat mereka manfaatkan dalam hal tersebut.

8. Paham khawarij
Beberapa ciri pokok paham khawarij sehingga bahaya dapat diketahui dan dijauhi.
  1. Melakukan pembangkangan dan pemberontakan terhadap para penguasa Muslim, dan tidak menaatinya walaupun dalam hal yang ma’ruf.
  2. Mengkafirkan pelaku dosa besar.
  3. Memanas-manasi hati masyarakat untuk membenci penguasa dengan menyebut kejelekan penguasa dan mencerca penguasa itu.
  4. Mengkafirkan secara mutlak orang yang berhukum dengan selain hukum Allah.
  5. Mengkafirkan pemerintah dengan alasan bahwa pemerintah menelantarkan jihad.
  6. Melakukan aksi peledakan dan pengeboman.
  7. Membolehkan membunuh aparat pemerintah.

9. Kerusakan media massa
Media masa terhitung sebagai sarana yang paling banyak mempengaruhi pemikiran, akhlak dan kehidupan manusia.

Kita melihat bahwa kebanyakan pemberitaan media masa telah menjadi tunggangan syaitan dalam menyebarkan fitnah, kesesatan, dan kerusakan ditengah manusia.

10. Diletakkannnya berbagai rintangan terhadap dakwah yang haq
Memunculkan rintangan terhadap dakwah yang benar, seperti tuduhan-tuduhan jelek yang tertuju pada umat Islam secara umum atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menyudutkan umat Islam akan menyebabkan kemunculan terorisme.

Jika disederhanakan, ada dua variable penjelas utama untuk memahami munculnya gerakan-gerakan radikal di kalangan Islam, yaitu, faktor dari dalam Islam dan faktor dari luar Islam. Faktor dari dalam ini lebih banyak berkaitan dengan penafsiran konsep jihad yang dipahami oleh sebagian umat Islam. Penganut gerakan-gerakan radikal Islam umumnya didorong oleh pemahaman mereka tentang konsep jihad yang dimaknai sebagai perang terhadap lawan non Islam.

Implementasi konsep jihad lebih banyak dipahami sebagai perang suci. Jihad dipahami sebagai kewajiban setiap Muslim untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui kekuatan dan perang. Akibatnya banyak kaum muslimin yang rela sebagai martir untuk melakukan perang atas nama agama.

Sementara itu, faktor dari luar bisa dalam bentuk reaksi terhadap modernisasi yang dilakukan oleh Barat terhadap dunia Islam. Daniel Lerner, menjelaskan munculnya fundamentalisme di Timur Tengah sebagai reaksi atas atas modernisasi yang dikenalkan barat yang dianggap telah mendistorsi otoritas tradisional mereka.Namun, perkembangan belakangan ini menunjukkan bahwa radikalisme di kalangan sebagian penganut Islam didorong oleh kondisi social ekonomi inernasionalyang dianggap tidak adil bagi kaum muslimin.

Figur pemimpin memegang peranan kunci di dalam gerakan-gerakan radikal Islam ini. Pemimpin kharismatis dengan kemampuan manipulasi ideology yang tinggi, pembangkit emosi dan penggerak kesadaran masa, menjadi faktor signifikan dalam mengarahkan ke mana aksi-aksi ditujuan. Seorang pemimpin kharismatis menduduki posisi strategis, sebab pada dirinyalah fenomena dan berbagai peristiwa di definisikan, sehingga menjadi bingkai cara pandang para pengkutnya.

Di dalam pandangan Ted Robert Gurr (1970), kekerasan kelompok (Collective violence), termasuk di dalamnya adalah terorisme, itu akan terjadi manakala terdapat ketidakmpuasan yang menguat di dalam masyarakat. Ketidak puasan itu merupakan hasil dari apa yang dipandang sebagai kesenjangan dari yang menjadi harapan dengan apa yang sesungguhnya. Kesenjangan yang disebut deprivasi relative itu bisa menjadi motivasi untuk melakukan kekerasan, termasuk terorisme, melalui mekanisme psikologis “frustasi-agresi” (Frustation Agretion) (Brush, 1996: 527).

Di dalam pandangan teori deprivasi relative ini, terorisme keagamaan muncul manakala para penganut agama-agama itu merasa kecewa terhadap realitas yang mereka hadapai. Realitas yang mereka hadapi itu dipandang sangat berlainan dengan apa yang menjadi keyakinannya. Padahal, sebagai penganut keyakinannya.

Penelusuran psikologi dalam masalah terorisme banyak difokuskan pada motivasi terorisme. Kebanyakan eksplorasi terhadap perilaku teroris dimulai dengan teori frustasi-agresi yang berdasarkan pada hipotesis stimulus-respons. Berdasarkan teori ini dihipotesiskan bahwa teroris memilh terorisme karena mereka frustasi terhadap kenyataan bahwa tujuan-tujuan politik mereka tidak akan pernah tercapai dan hal tersebut merupakan representasi dari frustasi yang signifikan dan tidak dapat diterima dalam perilaku mereka untuk mencapai tujuan.

Pandangan Islam Terhadap Terorisme

Menurut Ali Mubarok sebenarnya tidak ada urusan antara agama dan kekerasan (teroris). Konflik agama dalam kasus-kasus kekerasan di manapun tidak lebih hanya sebagai faktor yang menambah bobotnya saja. Kalau ditamsilkan, hanya sebagai bumbu penyedap yang hanya mempergawat situasi konflik yang sudah terjadi karena faktor-faktor lain. Memang sulit dijelaskan bahwa faktor itu dipicu secara independen antara agama. Apalagi Islam sendiri secara doctrinal, sangat menjujung tinggi perdamaian. (Republika, 16 oktober 2003). Menurut Hasyim Muzadi, peledakan bom yang beruntun di Indonesia bukan bagian dari ajaran agama. Tapi itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan “tidak boleh dibelokkan pada komunitas agama manapun” (Duta Masyarakat, 31 Oktober 2002). Fenomena terorisme yang mengatas namakan agama bisa jadi merupakan akibat dari hubungan antar negara agama, ketika negara dipersepsikan sebagai representasi agama. Sehingga setiap konflik yang muncul antar negara disebut juga konflik agama seperti konflik antar negara-negara Arab dan Israel, padahal yang menjadi pelaku kekerasan dan terror berasal dari kelompok-kelompok dalam masyarakat yang memang memiliki perbedaan agama. Namun sulit untuk menarik hubungan bahwa agama merupakan sumber dari terorisme.

Hampir semua pemuka Islam menolak adanya pengkaitan antara Islam dengan Terorisme. Ajaran Islam dipandang mengajarkan perdamaian dan bukan terorisme. Terlepas dari penolakan label terorisme itu, realitas menunjukan bahwa ada kelompok-kelompok di dalam Islam yang menggunakan simbol Islam di dalam mencapai tujuannya, termasuk melalui cara-cara terorisme.

Secara normatif, agama dan terorisme barangkali tidak memiliki keterkaitan sama sekali. Tetapi secara empiris, benang merah diantara keduanya memang tidak bisa dielakan. Sebagian ulama fuqaha menyatakan bahwa istilah Muharabah dan fasad fi al-ardh merupakan dua istilah yang sepadan dengan istilah terorisme.

Terorisme merupakan fenomena internasional yang bisa tidak memiliki batas territorial. Termanifestasi dlam berbagai bentuk, selain motif agama, yakni adanya fanatisme di dalam beragama, terorisme juga bermotif lain seperti rasialisme, separatism, dan oposisi terhadap pemerintah. Dalam pandangan Islam, dari pada dalam bentuk pertumpahan darah atau perang, lebih berpengaruh Ghozwul Fikr dalam menghancurkan sebuah peradaban. Karena dengan merusak pikiran suatu negara, maka mereka akan menjauh dari agamanya. Jauhnya seseorang dari agamanya itulah sebuah penghancuran yang sesungguhnya. Zionisme sebagai sebuah gerakan keagamaan, selama berdiri dan perkembangan mereka, sama sekali tidak pernah mendapatkan penolakan dan perlawanan maupun di tentang oleh orang-orang Islam, karena memang dirinya menganggap sebagai kturunan dari agama Nabi Ibrahim as. Namun, pada dasarnya mereka mengingkari agama secara radikal bahkan menentang pula dengan keras. Mereka merusak pikiran-pikiran orang Islam dan mengancurkan kehidupan orang-orang Islam menggunakan produk sampah mereka.

Konsep jihad, dalam pandangan kiai dan santri, seringkali dipahami dalam dua pengertian. Pertama, dalam pengertian bahasa yaitu mencurahkan kemampuan dan melawan musuh. Kedua, dalam pengertian teologi, yakni pengertian jihad dalam konsep hukum Islam, baik yang di dasarkan pada Al-Qur’an, As-Sunnah, atau Ijma’ para ulama.

Pelanggaran-pelanggaran hukum jihad Islami yang dilakukan teroris:

1. Jihad yang ditujukan kepada diri sendiri yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah
Inti jihad sebenarnya adalah mencurahkan kemampuan secara sungguh-sungguh di jalan Allah. Jihad semacam ini adalah semua perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk mencapai keridhaan dan kedekatan dengan Allah SWT.

2. Berjihad melawan hawa nafsu

Dikatakan jihad akbar karena berlakunyasepanjang massa, sepanjang umur yang melekat pada diri sendiri. Oleh karena itu, bentuk jihad bergantung pada kontekssituasi yang melingkupi seseorang, sehingga setiap orang memiliki jihad masing-masing.

“Bukankah Rasulullah pernah berkata ketika pulang dari suatu perang, bahwa kita baru selesai dari perang (jihad) kecil, dan akan menghadapi perang yang lebih besar, yaitu perang melawan hawa nafsu”.

3. Berjihad melawan setan dengan cara tidak menaatinya

Jalan Allah bagi sebagian orang sangat berat untuk dilalui, sebaliknya jalan setan sangat mudah untuk dilalui karena menjajikan berbagai kenikmatan duniawi. Disinilah letak pentingnya konsep jihad dalam pengertian melawan setan, karena kaum muslimin harus mengerahkan semua kemampuannya dengan sungguh-sungguh untuk melawan hawa nafsunya.

4. Melawan orang-orang kafir dengan argumen dan hujjah

Konsep jihad bagi orang Islam adalah mematahkan argumen-argumen orang kafir yang memojokan ummat Islam. Jadi, seorang Muslim yang sedang mempersiapkan dirinya untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an maka ia juga sebenarnya dalam rangka berjihad di jalan Allah.

Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar”.

Jihad melawan orang kafir terbagi dua bentuk: jihad difa’ (defensive / membela diri) dan jihad tholab (ofensif / memulai penyerangan lebih dulu), adapun yang dilakukan oleh para Teroris tidak diragukan lagi adalah jihad ofensif, sebab jelas sekali mereka yang lebih dulu menyerang, bahkan menyerang orang yang tidak bersenjata. Dalam jihad defensif, ketika umat Islam diserang oleh musuh maka kewajiban mereka untuk membela diri tanpa ada syarat-syarat jihad yang harus dipenuhi. Namun untuk ketegori jihad ofensif terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum melakukan jihad tersebut. Disinilah salah satu perbedaan mendasar antara jihad dan terorisme. Bahwa jihad terikat dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala dalam syari’at-Nya, sedangkan terorisme justru menerjang aturan-aturan tersebut

5. Berjihad melawan para pendukung kesesatan dengan cara memeranginya

Syarat pendukung kesesatan yang diperangi yaitu: pertama, para pendukung kesesatan itu nyata-nyata telah melakukan penyerangan terhadap kaum Muslim. Kedua, perang yang dilancarkan terhadap para pendukung kesesatan itu tidak membawa mudlarat yang lebih besar. Jika perang dilakukan hanya akan membawa kebinasaan bagi kaum muslimin sendiri karen kekuatan yang tidak seimbang, maka perang terhadap pendukung kesesatan bukanlah pilihan terbaik karena membawa mudlarat yang lebih besar.

Artinya: 8. “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil”.

9. “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

Jadi, pertumpahan darah bukanlah target tetap dalam Islam. Sebagai bukti, bahwa target jihad adalah justru untuk menghidupkan jiwa dan pelaksanaan syariat, bukan justru untuk melenyapkan nyawa

Artinya: “oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Hukum Islam terhadap terorisme dapat kita lihat pada QS. Al-Maidah: 33 Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”

Perbedaan Jihad dan Terorisme

Terorisme dan jihad sebenarnya merupakan persoalan yang berbeda secara konseptual, namun kadang kala terjadi kerancuan pemahaman terutama bagi kelompok orang yang mengklaim bahwa mereka melaksanakan perintah jihad dalam melakukan tindakan kekerasan. Pelaksanaan jihad mereka bersifat destruktif dan bertentangan dengan prinsip-prinsip jihad yang disyariatkan, sehingga bisa saja dikategorikan sebagai terorisme.

MUI membedakan antara terorisme dan jihad dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan sifat, tujuan dan operasional (aksi):

Pertama dari segi sifatnya, terorisme selalu mendatangkan kerusakan (ifshad) dan anarkis atau chaos (faudha) yang berdampak signifikan terhadap masyarakat baik moril maupun materiil. Sedangkan Jihad bersifat melakukan upaya-upaya menuju perbaikan (islah) sekalipun dalam bentuk peperangan. Oleh karena itu perang yang dilakukan dalam rangka aplikasi jihad lebih menekankan pada kemaslahatan umat dan meminimalisasi kerusakan sarana dan prasarana serta lingkungan di wilayah yang menjadi sasaran perang.

Kedua, ditinjau dari segi tujuannya, terorisme memiliki karakteristik untuk menciptakan dan membangkitkan kepanikan dalam masyarakat dan pemerintah. Sebaliknya, jihad semata-mata berupaya menegakkan agama Allah dan melindunginya dari berbagai intervensi pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan, menodai dan bahkan mungkin menghancurkan agama tersebut. Jihad juga mempunyai misi membela hak-hak individu maupun masyarakat yang terzalimi, terdiskriminasi dan tertindas oleh kelompok dominan atau imperialis.

Ketiga, dari segi aksinya (operasionalisasi), tindakan kekerasan terorisme biasanya dilancarkan tanpa mempertimbangkan aturan dari nilai-nilai normatif serta tidak memiliki misi dan sasaran yang jelas tentang obyek atau sasaran serangan. Berbeda halnya dengan operasional jihad yang memuat aturan-aturan dan prinsip peperangan, dikantaranya sasaran serangan harus jelas yakni dilimitasi terhadap musuh yang menyerang, sehingga bisa menghindari korban dari kelompok yang memiliki hak perlinndungan keamanan antaralain, warga sipil dan yang bukan pejuang, perempuan, anak-anak, pendeta dan manula (manusia lanjut usia).

Perlu di sebar dan ditekankan bahwa perang adalah keadaan darurat, bukan keadaan yang dikehendaki Islam. Perang yang telah terjadi dalam sejarah islam dapat dikatakan sebagai kecelakaan sejarah, yang sebagiannya dapat dimengerti dan dibenarkan, misalnya ketika umat Islam di Madinah harus mempertahankan diri dari kemungkinan kehancuran fatal oleh kekuatan kaum kafir/musyrik Quraisy di Makkah. Islam dari awal kehadirannya mengajarkan kasih sayang dan memaafkan, namun ajaran ini tertutup oleh kesibukan dalam berperang dan terlupakan untuk waktu yang sangat lama.

TerPopuler