mengatasi lemahnya keterlibatan pihak-pihak dalam melaksanakan perkembangan kelautan dan wilayah pesisir -->

mengatasi lemahnya keterlibatan pihak-pihak dalam melaksanakan perkembangan kelautan dan wilayah pesisir

Munculnya masalah tersebut disebabkan oleh lemahnya sistem dan tata cara koordinasi antar stakeholder karena belum didukung dengan adanya sistem hukum yang mengatur kegiatan tesebut. Selain itu, lemahnya kualitas sumber daya manusia yang mempengaruhi proses partisipatif menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Hal ini sering berdampak pada munculnya ketidak-sepahaman dan konflik penggunaan ruang antar stakeholder dalam rangka menjaga keseimbangan keberlanjutan sumberdaya alam yang berada di sekitar wilayah pesisir dan laut. Oleh karena itu, tekait dengan permasalahan-permasalahan tersebut di atas pengkajian kebijakan kelautan secara partisipatif dengan stakeholder dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir sangat diperlukan.

Masyarakat pesisir memerlukan bentuk kegiatan nyata yang dapat membangun ekonomi mereka tanpa menghilangkan kultur dan karakteristik dari masyarakat pesisir tersebut. Maka diperlukan bentuk kegiatan yang berbasis masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang no.22 tahun 1999 tentang desentralisasi dan otonomi daerah yang memberikan wewenang kepada daerah untuk mengurus sendiri segala urusan daerahnya.

Begitu juga dengan wilayah pesisir, ketua masyarakat atau kepala suku dapat bekerjasama dengan penduduk untuk mengurus pesisir dan lautnya sesuai dengan adat mereka. Namun, disamping itu masyarakat pesisir harus bekerjasama juga dengan pemerintah atau BPL (Badan Penyuluhan Lapangan) untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada masyarakat supaya pengelolaan sumberdaya alam lingkungan laut dapat termanfaatkan dengan baik dan lestari.

Pemerintah atau pihak luar harus memberikan wewenang kepada masyarakat dengan memberikan tanggungjawab penuh kepada masyarakat dalam pelaksanaan, pemantauan, penegakan aturan dan memberikan kesempatan terhadap masyarakat untuk mengemukakan strategi sesuai dengan keinginan mereka. Dewasa ini ada program yang belum banyak ditemukan di Indonesia yaitu Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat (PSWP-BM). Program ini memiliki kapasitas dalam memperbaiki kualitas hidup mereka sendiri dan mampu mengelola sumberdaya mereka dengan baik.

Partisipasi masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat akan berjalan secara berkelanjutan berdasarkan tingkat pengendalian stakeholder. Ada beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui posisi masyarakat.

“Pertama, command and control, model ini merupakan model yang memberikan wewenang seluas-luasnya terhadap pemerintah sehingga prosesnya berlangsung secara sentralistik. Kedua, model CBM, dalam model ini (masyarakat terdidik) nelayan atau pelaku usaha perikanan yang mempunyai wewenang untuk mengelola sumberdaya sepenuhnya. Terakhir adalah model co-management, model ini sama-sama melibatkan antara pemerintah dan masyarakat (nelayan) dalam mengelola sumberdaya”

Proses pengelolaan sumberdaya yang dilaksanakan dengan program PSWP-BM dan model-model pendekatan terhadap masyarakat pesisir, dapat memberikan keleluasan terhadap masyarakat pesisir yang karakternya cenderung keras dan tegas dalam mengembangkan keahlian mereka secara optimal. Selain itu, baik kegiatan atau program yang dicanangkan oleh pemerintah harus bersifat fleksibel, agar dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

Pengelolaan Kawasan konservasi yang efektif memerlukan berbagai keahlian. Sementara, jenis keahlian yang diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah atau isu khusus juga terus berubah. Kemampuan untuk melaksanakan berbagai fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan Kawasan konservasi sering tidak memadai. Keahlian teknis, manajerial dan hukum dengan kualitas tinggi sangat diperlukan sering tidak tersedia. Tantangan-tantangan manajemen ini dapat diatasi melalui keluwesan, sikap tanggap, dan pelatihan tambahan. Langkah-langkah yang saat ini perlu untuk meningkatkan pengelolaan antara lain adalah:
1. Meningkatkan sistem komunikasi dan arus informasi
2. Meningkatkan kualitas dan tingkat keahlian staf
3. Meningkatkan pengembangan dan pengawasan
Manajemen Kawasan Konservasi Laut
Mengingat pentingnya kawasan konservasi laut, maka keberhasilan pengelolaannya menuntut kerjasama dan sinergi dari berbagai pihak yang berkepentingan, baik pemerintah daerah, masyarakat, LSM, pengusaha, dan pihak lainnya. Rumit dan kompleksitas konservasi ekosistem laut juga menuntut pendekatan holitistik dari berbagai disiplin ilmu dan profesionalisme pengelolanya. Kondisi ini menyebabkan manajemen Kawasan konservasi laut sangat berbeda dengan manajemen konservasi darat (teresterial). Implikasi logisnya adalah pada manajemen sumber daya manusia pengelolanya.

Manajemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi seringkali memerlukan energi yang cukup besar, selain manajemen lainnya seperti keuangan atau administrasi. Karena sumber daya manusia merupakan aset terbesar dari sebuah organisasi. SDM yang profesional dan berkualitas merupakan ujung tombak dari berjalannya roda organisasi. Kualitas SDM ini ditentukan oleh banyak faktor, dari proses rekrutimen sampai pada peningkatan kapasitas SDM itu sendiri.

Pengelolaan Kawasan konservasi yang efektif memerlukan berbagai keahlian. Sementara, jenis keahlian yang diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah atau isu khusus juga terus berubah. Kemampuan untuk melaksanakan berbagai fungsi yang diperlukan untuk mencapai tujuan Kawasan konservasi sering tidak memadai. Keahlian teknis, manajerial dan hukum dengan kualitas tinggi sangat diperlukan sering tidak tersedia. Tantangan-tantangan manajemen ini dapat diatasi melalui keluwesan, sikap tanggap, dan pelatihan tambahan.

Tingkat keahlian staf di kawasan Konservasi laut saat ini masih relatif rendah, terutama pengetahuan tentang kelautan dan perikanan serta yang berkaitan dengan kawasan perairan sangat kurang. Oleh karena itu, perlu dikembangkan dan dilaksanakan suatu program pelatihan yang intensif untuk memberikan ketrampilan-ketrampilan di bidang-bidang tersebut di atas, bukan hanya untuk staf sendiri, melainkan juga bagi staf perikanan setempat. 

Paling tidak, beberapa staf kawasan konservasi perlu mempelajari dasar-dasar pengelolaan perikanan pantai tropis dan Dinas Kelautan dan Perikanan perlu memahami dasar-dasar konservasi. Dalam jangka pendek beberapa kursus khusus (pendek) mungkin paling layak, tetapi program MSc dan/atau PhD perlu dipertimbangkan. Selain itu juga perlu dirancang program dan kurikulum pelatihan untuk berbagai kelompok sasaran.

Pemecahan atas masalah-masalah di atas perlu didasarkan atas suatu pemahaman atas kondisi obyektif Kawasan konservasi dan perlu menjajagi semua kemungkinan yang ada. Faktor faktor khas seperti sumberdaya internal yang ada, potensi pariwisata alam, tingkat ancaman terhadap sumberdaya kawasan, sifat masyarakat sekitar, persepsi pemerintah daerah, stakeholder potensial, usaha dan kewiraswastaan, ketersediaan keahlian, komitmen utama, aspek hukum, sosial ekonomi, budaya dan aksesibilitas Kawasan konservasi kesemuanya harus dipertimbangkan. Setiap solusi positif yang menunjang konservasi biodiversitas tidak boleh dikesampingkan.

TerPopuler