Tipe Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib -->

Tipe Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib

Tipe Kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib



Setelah peristiwa pembunuhan Utsman ibnu Affan, kota Madinah dilanda ketegangan dan kericuhan. Walikota Madinah, Al-Ghafiqi ibnu Harb, mencari-cari orang yang pantas untuk dibaiat sebagai khalifah. Para penduduk Mesir meminta Ali untuk memangku kekhalifahan namun ia enggan dan menghindar. Para penduduk Kuffah mencari-cari Zubair ibnu Al-Awwam, namun mereka tak menemukannya. Penduduk Bhasrah meminta Thalhah untuk menjadi khalifah namun ia tidak memenuhi permintaan mereka. Akhirnya, mereka berkata, “kita tidak akan menyerahkan kekhalifahan kepada ketiga orang ini.” Setelah itu mereka mendatangi Sa’ad ibnu Abi Waqos dan berkata, “Kau termasuk diantara Dewan Syura,” namun ia menolak. Lalu ia mendatangi Ibnu Umar, yang juga menolaknya.

Akhirnya mereka menetapkan bahwa yang bertanggung jawab adalah penduduk Madinah sehingga mereka berkata kepada penduduk Madinah, “ kalianlah yang bertanggung jawab. Kami akan memberi kalian waktu selama dua hari. Jika selama itu kalian tidak menghasilkan keputusan, demi Allah, kami akan membunuh Ali, Thalhah, Zubair, dan banyak orang lainnya.”

Maka orang-orang mendatangi Ali dan berkata, “Kami membaiatmu, karena kau telah menyaksikan rahmat yang diturunkan oleh Allah bersama islam dan karena saat ini kita menghadapi ujian yang sangat berat berupa konflik antara berbagai kota.” Ali menjawab, “Tinggalkanlah aku, dan carilah orang lain yang lebih baik dariku, karena aku akan menghadapi suatu masalah yang sangat rumit dan pelik, masalah yang tidak akan mampu dihadapi oleh hati dan pikiran siapapun. Namun, mereka bersikukuh membaiat Ali bin Abi Tholib. Tindakan mereka itu didukung oleh kaum Muhajirin dan Anshar, serta kelompok-kelompok lainnya. Termasuk diantara yang membaiat Ali ialah Thalhah, Zubair, Abdullah bin Umar, dan Sa’ad bin Abi Waqash. Ali dibaiat sebagai khalifah setelah terbunuhnya Utsman di Madinah pada hari Jum’at 5 Dzulhijjah 35 Hijriah. Semua sahabat membaiatnya sebagai khalifah, disebutkan bahwa Thalhah dan Zubair membaiatnya dengan sangat terpaksa dan bukan dengan suka rela.

Sebagian orang termasuk putranya sendiri, Al-Hasan mengkritik Ali bin Abi Tholib karena mau menerima baiat dan diangkat sebagai khalifah. Mereka beranggapan bahwa semestinya di tengah situasi yang penuh fitnah ini Ali menolak dibaiat sebagai khalifah. Ali sendiri telah menyadari konsekuensi yang mesti ia tanggung ketika ia bersedia dibaiat dan diangkat sebagai khalifah umat islam. Ia merasa harus maju dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan umat islam dari kehancuran yang lebih besar.

Khalifah Ali bin Abi Thalib terkenal berani dan tegas dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya menegakkan keadilan, menjalankan undang-undang Allah SWT, dan menindak segala macam kezaliman dan kejahatan. Sehingga sesudah ia dibai’ah menjadi khalifah, dikeluarkannya dua ketetapan:

1. Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat Khalifah Utsman dan mengangkat pengganti pilihannya sendiri

2. Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan khalifah Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman kepada siapapun yang tiada beralasan diambil Ali kembali.

Khalifah Ali bin Abi Thalib juga seorang yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan, bidang militer dan strategi perang.

TerPopuler