Cara Bertutur Kata Yang Baik Kepada Tetangga dan Tamu -->

Cara Bertutur Kata Yang Baik Kepada Tetangga dan Tamu

Cara Bertutur Kata Yang Baik Kepada Tetangga dan Tamu


Bertutur Kata Terhadap tetangga

Berbicara merupakan perbuatan yang paling mudah dilakukan tetapi mempunyai kesan yang sangat besar, baik ataupun buruk. Ucapan dapat membuat seseorang bahagia, dan dapat juga menyebabkan orang sengsara, bahkan binasa. Orang yang selalui menggunkan lidahnya untuk mengucapkan yang baik, menganjurkan kebaikan dan melarang perbuatan-perbuatan jelek, membaca al-Qur’an dan buku-buku yang bermanfaat dan sebagainya, akan mendapatkan kebaikan atas apa yang dilakukannya. Sebaliknya, orang yang menggunakan lidahnya untuk berkata-kata jelek atau menyakiti orang lain, ia akan mendapat dosa, dan bahkan tidak mustahil akan membawa bahaya dan kebinasaan bagi dirinya. Oleh sebab itulah sehingga Rasulullah 8memerintahkan untuk berkata baik, dan jika tidak mampu mengucapkan yang baik maka diam merupakan pilihan terbaik.

Mengingat besarnya bahaya banyak bicara, Rasulullah saw. mengemukakan nilai sikap diam. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Dari Anas, ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw., “diam itu suatu sikpa bijaksana, tetapi sedikit orang yang melakukannya.” (H.R. oleh al-Baihaqi, dengan sanad dha’if, dan memang betul bahwa hadis tersebut mauquf sebagai ucapan Luqman Hakim).

Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan. Bahkan, dinyatakan oleh Rasulullah saw. yang dikutip oleh Imam al-Ghazali:
Artinya: (“Barangsiapa yang menjaga perut, farji, dan lisannya, maka dia telah menjaga seluruh kejelekan.” H.R. Abu Manshur al-Dailamy dari Anas dengan sanad dha’if).

Ketiga hal yang disebutkan di atas merupakan perbuatan paling banyak mengkibatkan orang celaka yang salah satu di antaranya adalah banyak bicara. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa sikap diam itu selamanya baik, sebab hadis di atas bukanlah memerintahkan untuk diam, tetapi hanya menyarankan untuk memilih diam jika ucapan yang benar sudah tidak mampu diwujudkan. Yang paling bijaksana adalah menempatkan kedua kondisi tersebut sesuai dengan porsinya dan sejauhmana memberikan kemanfaatan.

Demikian pentingnya ucapan yang baik sehingga Allah swt. mensinyalir bahwa ucapan yang baik jauh lebih berharga daripada perbuatan yang tidak didasari oleh keikhlasan. Dalam QS. Al-Baqarah (2): 163 Allah swt. berfirman:
Terjemahnya: Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah : 163)

Ayat tersebut memberikan motivasi untuk senantiasa berkata yang baik kepada orang lain, meskipun tidak mampu memberikan sesuatu yang bersifat materil kepada mereka. Ayat itu pula menuntun agar tidak menghardik orang yang meminta bantuan dan pertolongan kepada kita, sebab tidak memenuhi permintaan mereka tetapi dengan kata-kata yang baik, akan lebih menyenangkan hati mereka dari pada permintaannya dipenuhi tetap disertai dengan caci maki.

Bretutur kata terhadap tamu

Memulyakan tamu adalah akhlaq yang terpuji, Dalam hadits ini Nabi tidak menyebutkan batasan pemulyaan untuk tamu, karena hal itu disesuaikan dengan ‘urf (kebiasaan setempat), yang berbeda pada tiap orang dan keadaan. Tamu adalah orang yang safar singgah ke tempat mukim kita karena ada keperluan.
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia mulyakan tamunya dengan pemberian untuknya sehari semalam. Hak bertamu adalah 3 hari, setelah itu adalah shodaqoh (H.R Abu Dawud)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa pada sehari semalam pertama, dihidangkan makanan dan minuman yang kadarnya (kualitasnya) lebih dari kebiasaan yang kita makan, kemudian 2 hari berikutnya hidangannya adalah hidangan yang sesuai dengan kebiasaan (Syarh Sunan Abi Dawud (19/479))

Sedangkan tamu hendaknya tidak mencela sajian atau kekurangan pelayanan dari tuan rumah, tidak menyebar aib/ kekurangan yang ada dalam rumah tersebut, mendoakan tuan rumah.

Salah satu doa yang diajarkan Nabi agar diucapkan setelah kita mendapat suguhan makanan dan minuman dari tuan rumah adalah: Ya Allah berilah keberkahan pada apa yang Engkau rezekikan kepada mereka (tuan rumah), ampuni mereka, dan rahmatilah mereka (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad

TerPopuler