penyebab timbulnya konflik di poso -->

penyebab timbulnya konflik di poso

Penyebab Timbulnya Konflik di Poso
Konflik sosial yang terjadi di Poso adalah akibat dari keberagaman masyarakat Indonesia yang saling berbenturan kepentingan antara individu satu dengan individu lainnya yang seharusnya tidak perlu terjadi. Ada pendapat yang menyatakan bahwa akar dari masalah yang bertumpu pada masalah budaya dalam hal ini menyangkut soal suku dan agama. Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso pertama berawal dari :
  1. Pembacokan Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan.
  2. Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku-suku pendatang seperti Bugis, Jawa, dan Gorontalo, serta Kaili pada kerusuhan ke III.
  3. Pemaksaan agama Kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman kabupaten terutama di daerah Tentena dusun III, Salena, Sangira, Toinase, Boe, dan Meko yang memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan kristenisasi secara paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD Tentena.
  4. Penyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol – simbol perjuangan keagamaan Kristiani pada kerusuhan ke III.
  5. Pembakaran rumah-rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar rumah penduduk antara pihak Kristen dan Islam.
  6. Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak, pembakaran rumah penduduk asli Poso di Lombogia, Sayo, dan Kasintuvu.
  7. Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku Flores, Toraja dan Manado.
  8. Adanya pelatihan militer Kristen di desa Kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum meledak kerusuhan III.
Sesungguhnya budaya yang beragam pada masyarakat Poso mempunyai fungsi untuk mempertahankan kerukunan antara masyarakat asli Poso dan pendatang. Adanya Pembacokan Ahmad Yahya oleh Roy Tuntuh Bisalembah di dalam masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai yang selama ini manjadi landasan hidup bersama. Pada satu sisi muslim terusik ketentramannya dalam menjalankan ibadah di bulan ramadhan kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap pelaku pelanggaran nilai-nilai tersebut. Disisi lain bagi masyarakat Kristiani hal ini menimbulkann masalah baru mengingat aksi masa tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan pada perusakan hotel dan sarana maksiat serta operasi miras, yang di anggap telah menggangu kehidmatan masyrakat Kristiani merayakan natal, karena harapan mereka operasi – operasi tersebut di laksanakan setelah hari Natal.

Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di Poso adalah adanya perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh minuman keras. Tidak diterapkan hukum secara adil maka ada kelompok yang merasa tidak mendapat keadilan misalnya adanya keterpihakan, menginjak hak asasi manusia dan lain- lain.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa akar dari konflik sosial yang terjadi di Poso terletak pada masalah politik. Bermula dari suksesi Bupati, jabatan Sekretaris wilayah daerah Kabupaten dan terutama menyangkut soal keseimbangan jabatan-jabatan dalam pemerintahan.

Pendapat keempat mengatakan bahwa akar masalah dari kerusuhan Poso adalah justru terletak karena adanya kesenjangan sosial dan kesenjangan pendapatan antara panduduk asli Poso dan kaum pendatang seperti Bugis, Jawa, Gorontalo, dan Kaili. Kecemburuan sosial penduduk asli cukup beralasan dimana pendapatan mereka sebagai masyarakat asli malah tertinggal dari kaum pendatang.

Kesenjangan sosial ekonomi diawali dengan masuknya pendatang ke Poso yang berasal dari Jawa, Bali, Sulawesi Selatan maupun Sulawesi Utara dan Gorontalo. Para pendatang yang masuk ke Poso umumnya beragama Protestan dan Muslim. Pendatang umumnya lebih kuat, muda dan mempunyai daya juang untuk mampu bertahan di daerah baru. Kedatangan para pendatang ini juga menyebab-kan terjadinya peralihan lahan dari yang dahulunya atas kepemilikan penduduk asli, kemudian beralih kepemilikan-nya kepada para pendatang. Proses peralihan kepemilikan tersebut terjadi melalui program pemerintah dalam bentuk transmigrasi maupun penjualaan lahan-lahan pada para migran. Arus migrasi masuk ini semakin banyak ketika program transmigrasi dilakukan dan dibukanya jalur prasarana angkutan darat sekitar tahun 80-an. Dikembangkannya tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kakao (coklat) dan kelapa (kopra) oleh para pendatang tentunya telah menghasilkan peningkatan kesejahteraan para pemiliknya. Walau penduduk asli mengikuti pola tanam yang sama dengan pendatang, akan tetapi penguasaan pemasaran hasil-hasilnya dikuasai oleh para pendatang. Penduduk asli merasa dirugikan dengan keadaan tersebut karena beberapa alasan antara lain lahan pertaniannya sebagian telah beralih kepemilikannya kepada pendatang, hasil dan keuntungan yang diperoleh dari hasil pertanian lebih besar dinikmati oleh para pendatang.

Ada pendapat lain juga yang menyatakan bahwa konflik Poso yang terjadi tahun 1998 dan 2001 lebih didorong oleh isu belaka, baik melalui penyebaran informasi lewat jalur yang sudah terbentuk (difusi) maupun penyebaran antar komunitas yang sebelumnya tidak memiliki ikatan sosial. Ikatan yang kemudian muncul antar komunitas ini membuat konflik Poso yang bermula dari pertengkaran dua pemuda mabuk menjadi konflik antar agama yang mendapat perhatian internasional.

TerPopuler