agama dalam masyarakat primitif -->

agama dalam masyarakat primitif

Tentang Primitif

Berdasarkan hasil kajian para antropologi dan sosiologi tentang masyarakat primitif, maka muncullah beberapa teori yang berhubungan dengannya. Di kalangan para ahli, istila “primitif” berbeda-beda penafsirannya, ada yang menyebut, Istilah primitif dinisbatkan kepada manusia atau sekelompok orang yang hidup pada masa lampau. Dengan demikin primitf dapat dikatakan bahwa sesuatu yang kuno, sudah ketinggalan zaman.

Ada juga yang berpendapat bahwa kata primitif bukan berarti sederhana ataupun terbelakang. Mengartikan primitif janganlah mengukur dari ukuran tinggi rendahnya dalam harkat kebudayaan, tetapi seseorang harus mengerti bahwa ukuran harkat tidaklah tercangkup dalam pengertian primitif. Bangsa primitif mempunyai riwayat dan sejarah yang tidak sama dengan yang lain. Mereka tidak pernah mengalami perkembangan dari peradaban yang telah di kenal sebelumnya, tetapi kehidupan mereka telah melalui perkembangan sejarah yang sangat panjang, sehingga sulit untuk melacak pertumbuhan serta perkembangannya. Dalam hubungan dengan kepercayaan agama, istilah primitif digunakan untuk menandai masa perkembangan manusia yang palinag awal dan bentuk agama paling awal manusia di nisbatkan kepada masyarakat ini. Jadi Agama primitif adalah agama manusia pada tingkat yang pertama yang selanjutnya mengalami kemajuan dari politeisme menjadi monoteisme.

Menurut pendapat Geradus Van Der Leeuw mengatakan bahwa istilah primitif menunjukkan kualitas berpikir manusia, atau sebagai susunan dari budi manusia. Hal ini berdasarkan pada kenyataan, bahwa ada corak-corak modern pada masyarakat primitif dan corak-corak primitif pada masyarakat modern.

Oleh karena itu, “primitif” tidak dilihat sebagai sesuatu yang ada dan hidup pada masa lampau, tetapi bahkan bisa saja terjadi pada seseorang atau masyarakat sekarang (modern) berdasarkan indikasi tertentu yang menunjukkan adanya karakteristik sebagai manusia primitif.

Terlepas dari penafsiran yang beragam itu, masyarakat primitif menjadi sangat menarik untuk dibahas, sebab, seringkali eksistensi dan perkembangan agama-agama selalu dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat primitif,

Dalam agama primitif dikenal istilah tentang ‘Necrolatry’, Spiritisme, Naturalisme, dan Animisme. Necrolarya dalam pemujaan terhadap roh-roh atau jiwa manusia dan binatang, terutama pemujaan terhadap roh orang yang telah meninggal. Spiritisme adalah pemujaan terhadap makhluk sepiritual dan tidak dihubungkan dalam suatu cara yang mapan dengan jasad-jasad tertentu dan objek-objek tertentu. Naturlisme adalah pemujaan terhadap makhluk sepiritual yang dikaitkan dengan fenomena alam dan kekuatan komik yang besar seperti angin, sungai, bintang-bintang, langit dan juga objek-objek yang menyelimuti bumi ini yaitu tanaman dan binatang. Sedangkan animesme adalah pemujaan terhadap makhluk sepiritual yang objeknya tidak dapat dilihat oleh mata manusia.

Ciri-Ciri Keagamaan Masyarakat Primitif

1. Pandangan tentang alam semesta
Masyarakat primitif beranggapan bahwa dunia dan alam sekitarnya merupakan subjek (kedudukanya sama dengan makhluk yang berpribadi). Berbeda dengan pandangan orang modern yang beranggapan bahwa alam ini adalah objek bagi perasaan ,perasan, dan tindakannya. Tetapi baik masyarakat modern dan primitif meyakini bahwa diluar dirinya ada yang menimbulkan kekeuatan tetapi sikap atau cara menghadapi kekuatan itu berbeda antara masyarakat primitif dan modern.

Baik masyarakat primitif maupun masyarakat modern meyskini bahwa di luar dirinya ada yang menimbulkan kekuatan-kekuatan, tetapi sikap menghadapi itu berbeda. Misalnya masyarakat modern tidak menguasai gunung berapi, tetapi ia hanya mempelajari, menerangkan dan meramalkannya berdasarkan ilmu pengetahuan sehingga dapat mengambil tindakan-tindakan seperlunya untuk memperkecil bahaya atau akibat yang ditimbulkan olehnya. Demikian pula apabila berhadapan dengan objek-objek lainnya, semuanya depergunakan sesuai dengan kemampuan manusiadengan keperluan hidupnya. Sedangkan masyarakat primitif bersikap sebaliknya, karena gunung dinggap sebagai makhluk berpribadi, maka apabila gunung meletus berarti ada kekuatan yang menguasai gunung tersebut, sehingga masyarakat primitif berusaha mendekatinya dengan saji-sajian dan bahkan memujanya dengan maksud supaya tidak menimbulkan bencana lagi.

2. Mudah menyakralkan objek tertentu
Masyarakat primitif mudah mensakralkan objek tertentu, dalam artian memandang sakral pada suatu yang menurut mereka mengandung kemanfaatan, kebaikan, bencana. Misalnya saja, ketika seseorang yang menempati sebuah rumah baru, tak lama kemudian penghuni rumahnya ada yang sakit. Mereka langsung beranggapan bahwa penghuni rumah yang sakit itu karena pengaruh “jin” yang menghuni rumah baru mereka. Maka mereka berinisiatif agar terhindar dari pengaruh jin itu, maka dibuatlah suatu ritual tertentu dengan tujuan mengusir atau memindahkan “jin” tersebut agar tidak mengganggu penghuni rumah. Misalnya dengan memberikan “sesaji” atau dengan ritul-ritual tertentu.

Jika diera dewasa ini masih ada masyarakat yang berpandangan seperti itu, maka merujuk pada ciri masyarakat primitif, masyarakat tersebut bisa dikategorikan masyarakat primitif.

Konsekwensi dari pandangan yang tidak membedakan antara subjek dan objek dan juga antara manusia dan alam sekitarntya menyebabkan masyarakat primitif memandang syakral terhadap sesuatu yang menimbulkan madharat dan manfa’at. Keris, batu, pohon yang mempunyai keunikan tertentu dianggap syakral dan perlu untuk dihormati dan dianggap suci.

3. Sikap hidup yang serba magis
Dalam Masyarakat primitif magis merupan sesuatu yang sangat penting. Semua acara keagamaan adalah magis. Sikap hidupnya adalah magis. Karena perbuatan mereka selalu dihubungkan dengan kekuatan yang ada dialam gaib, manusia primitif mengisi alat perlengakapan hidup dan kehidupannya dengan daya-daya gaib. Menurut Malinowski sikap hidup masyarakat primitif banyak menggantungkan pada hal-hal magis, sementara kepercayaan terhadap pengetahuan empiris dan keahlian praktis berkurang, terutama pada kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan resiko bahaya.

Pada suku Tabrian misalnya, para penduduk tidak menggunakan magis untuk keselamatan mereka manakala menangkap ikan di danau. Tetapi ketika menangkap ikan di lautan yang banyak melibatkan bahaya, terdapat kegiatan ritusl demi menjamin keselamatan dan hasil kegiatan penangkapan.

4. Hidup penuh dengan upacara keagamaan
Ciri yang terakhir yang ditawarkan dalam buku Antropologi Agama Adeng Muchtar Ghazali, yakni ciri masyarakat primitif itu hidup penuh dengan upacara keagamaan. Yang secara esensial sebenarnya dari keempat ciri masyarakat primitif mempunyai sisi substansial yang sama. Ciri yang keempat dari masyarakat primitif adalah hidup yang penuh dengan upacara keagamaan, kita tarik contoh: ketika tibanya musim panen dalam pertanian, maka masyarakat primitif tidak menganggap sepele hal tersebut. Mereka beranggapan bahwa ada yang disebut dengan “dewi sri” atau dewi padi. Tatkala musim panen tiba mereka menyediakan sesaji-sesaji yang diperuntukan dewi sri tersebut sebagai tanda berterimakasih kepada dewi sri atas keberhasilan panen misalnya.

Selain kehiduapan masyarakat primitf diliputi kehidupan yang serba magis, kehidupan mereka juga diliputi dengan upacara-upacara keagamaan dan perbuatan mereka yang serba religius. Oleh karena itu, upacara-upacara keagamaan juga mewarnai aktifitas kehidupan mereka. Pengerjaan sawah, ladang, perkawinan dan perbuatan–perbuatan yang lain, semuanya mengandung arti sebagai upacara keagamaan. Setiap upacara memiliki mitenya sendiri, suatu naskah atau skenario dari seluruh perbuatan manusia yang harus dilakukan pada setiap upacara dalam hidupnya.

Animisme


Animesme berasal dari bahasa latin “anima” yang artinya nyawa, roh atau sukma dan animea yang berarti napas atau jiwa, jadi animesme adalah kepercayaan bahwa setiap benda itu mempunyai roh baik pada benda hidup atau benda mati, kadang-kadang juga disebut orang dengan serba sukma.

Animisme adalah suatu paham bahwa alam ini mempunyai atau semua benda memiliki roh atau jiwa. Orang–orang primitif percaya terhadap roh dan juga memuliakannya sebab mereka berkeyakinan bahwa roh dapat memeberikan manfa’at dan madhorot terhadap manusia, mereka juga berkeyakinan bahwa mereka bisa meminta pertolonagn terhadap roh-roh tersebut misal, mereka memuja/ menyembah pohon beringin.mereka percaya bahwa pohon berngin memepunyai roh dan mereka percaya bahwa pohon beringin tersebut dapat membantu mereka dalam hal-hal yang mereka kehendaki. Begitu juga penyembahan terhadap benda–benda lain seperti, batu, batu besar, arca ,gununga, binatang, pohon-pohon besar dan lain-lain yang mereka anggap sakral dan mereka yakini dapat memberikan manfa’at dan madhorot.

Bila dipandang dari bentuknya animisme itu dapat disebut sebagai agama karena animisme menyerupai sifat-sifat agama misalnya:
  1. Dalam animisme orang percaya terhadap hal-hal yang gaib dan barang-barang yang bersifat rohani
  2. Memuja dan memuji terhadap kekuatan yang maha tinggi untuk mendapatkan kasih sayang dan kebahagiyaan dalam hidup.
  3. Sadar akan kelemahan manusia sehingga mereka patuh dan tunduk dan menyandarkan diri kepada kekuatan gaib (roh tersebut ) selain animisme mempunyai sifat-sifat keagamaan animisme juga merupakan falsafah (pandangan hidup) bagi orang-orang primitif karena animisme mencoba menerangkan dengan akal pikiran kejadian yang dihadapi orang primitif dan hasil fikiran dan keterangan mereka dapat memberikan kepuasan kepada jiwa–jiwa pengikutnya.

Dinamisme


1. Pengertian Dinamisme
Dinamesme berasal dari bahasa Yunani yaitu dunamos dan di inggriskan menjadi dinamis yang artinya kekuatan, kekuasaan atau kasiat. Sedngkan Dr. Harun Nasution tidak mendefinisikan dinamisma secara tegas, beliau hanya menerangkan bahwa “bagi manusia primitif yang tingkat kebudayaannya masih rendah sekali tiap-tiap benda yang berada disekelilingnya bisa mempunyai kekuatan batin yang misterius. Dalam ensiklopedi umum dijumpai definisi dinamesme sebagai “kepercayaan keagamaan, primitif pada zaman sebelum kedatangan agamma hindu ke Indonesia. Selanjutnya dinyatakan, bahwa dasarnya adalah percaya adanya kekuatan yang maha ada yang berada dimana-mana (mana). Dinamesme disebut juga pre Animesme yang mengajarkan bahwaa tiap-tiap benda mempunyai mana.

2. Beberapa kosep yang erat hubungannya dengan dinamesme:
a. Mana
Mana adalah salah satu istilah lain saja dari apa yang disebut dinamesme. Menurut James e. o menyatakan bahwa mana sebagai salah satu istilah dari penduduk daerah pasifik yang berarti kekuasaan gaib yang rahasia atau pengaruh yang mengikat benda-benda tertentu kemudian menjadikan benda-benda itu sici dan tabu. Dalam bentuknya yang kuno orang melanesia mempercayai mana sebagai sumber segala kekuatan dan dasar segala tindakan manusia. Keberhasilan seseorang dianggap bukanlah karena usahanya secatra murni tetapi karena mana yang terdapat pada dirinya.

b. Fetish
Fetish yang berasal dari bahasa Portugis feitico yang berarti jimat dan kemudian diterapkan juga pada pengertian pusaka atau peninggalan, yaitu sesuatu yang mengandungdaya gaib atau benda-benda yang berkualitas magi. Dengan singkat fetis adalah benda-benda yang mengandung mana dan disebut juga benda bertuah. dasar faham fetish adalah bahwa daya-daya gaib bertemat pada benda-benda materi yang menyebabkan benda itu menjadi suci, keramat, mempunyai kasiat, berguna untuk suatu kepentintingan baik yang bersifat rohaniah atau jasmaniah.

Fetish juga menjadi benda yang dipuja artinya benda itu diperlakukan hati-hati, disimpan baik-baik, diolesi, disirami setiap waktu tertentu, dan diasapi dengan menyan. Semua ini denga maksud supaya kekuatan yang terkandung dalam benda itu bertambah terpelihara atau terbaharui. Namun perbuatan baik, pemujaan, dan pensucian terhadap fetish bisa berkurang bahkan sampai hapus sama sekali bila benda itu hilang kesaktiannya.

c. Magi
Dalam kamus ilmiah popular kata magi semakna dengan gaib; rahasia; sihir.
Hal ini sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Honig yang menyatakan bahwa magi sama dengan sihir. Dalam ensiklopedi umum magi (kekuatan gaib) didefinisikan sebagai cara–cara terentu yang diyakini dapat menimbulakan kekuatan gaib, sehingga orang yang memepraktekannya dapat menguasai orang lain baik dalam pikirannya maupun dalam tingkah lakunya.

Magi juga didefinisikan sebagai mantra yang diyakini memiliki kekuatan untuk menolong atau mencelakakan orang lain. Magi yang menolonag orang disebut magi putih (white magic). Sedangkan magi untuk mencelakan disebut (black magic). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa magic sama dengan ilmu sihir.

TerPopuler